30 April 2021

 

๐Ÿ‡ฐ ๐Ÿ‡ฎ ๐Ÿ‡ณ ๐Ÿ‡ฌ '๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ผ ๐Ÿ‡ด ๐Ÿ‡ท ๐Ÿ‡ฉ
Tanggal: 30 April 2021
Hari: Jumat

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Kor 7:1-16
1 Raj 8-9


*PERANG WAKTU*

“dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Efesus 5:16
Dalam sebuah pertempuran maka untuk meraih kemenangan dibutuhkan pemahaman bukan hanya kekuatan personel lawan dan jenis persenjataannya, melainkan juga medan pertempurannya. Dalam pertempuran melawan Irak untuk merebut Kuwait dan juga menggulingkan Presiden Saddam Husein, Pasukan Amerika yang melakukan misi penyerangan dengan kode sandi Dessert Storm (Badai Gurun) mendesain warna baju tentaranya dengan warna coklat gurun, yang tujuannya adalah menyesuaikan dengan medan pertempuran atau kondisi padang gurun pasir.
Dalam aspek rohani, kita semua pernah mendengar istilah peperangan rohani, yang biasanya dikonotasikan dengan sebuah tindakan berdoa melawan roh-roh jahat. Tetapi ternyata Firman Tuhan yang kita baca saat ini menunjukkan kepada kita sebuah area peperangan (battle ground) yang berbeda. Area ini bukanlah bicara mengenai tempat, melainkan sebuah hal yang disebut waktu. Tentu bukan waktu dalam arti benda, melainkan kualitas hidup kita dalam menggunakan waktu-waktu tersebut. Allah menunjukkan betapa seriusnya medan pertempuran ini yang digambarkan dengan memakai istilah waktu, yaitu “hari-hari ini”, yang diberi penekanan dengan kalimat “betapa jahatnya hari-hari ini”.
Kabar baiknya adalah bahwa Allah tidak hanya tunjukkan area atau medan pertempurannya, melainkan juga menunjukkan strategi yang perlu dilakukan untuk memenangkan pertempuran rohani tersebut. Strategi itu adalah pergunakanlah waktu-waktu yang ada. Hal itu berarti bagaimana cara menggunakan waktu kita akan menjadi penentu bagaimana kita memenangkan situasi kehidupan kita. Yesus sendiri saat selesai menang dari pencobaan Iblis di padang gurun, masih akan menjadi target Iblis. Lukas 4:13, “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.” Hal itu berarti kita perlu terus membangun kesadaran akan makna dari sebuah waktu. Dunia memberi makna dengan berkata bahwa waktu adalah sebuah harta yang tidak bisa ditabung tetapi harus dibelanjakan.
Seorang penulis terkenal mencoba menggambarkan makna dari sebuah waktu sebagai berikut: Jika ingin tahu makna 1 tahun, bertanyalah kepada siswa yang tidak naik kelas. Jika ingin tahu makna 1 bulan, tanyalah kepada Ibu menunggu saat kelahiran atau bahkan terlambat melahirkan setelah lewat dari usia kandungan 9 bulan. Jika ingin memahami 1 minggu, bertanyalah kepada wartawan yang harus hadapi dateline mingguan. Jika ingin tahu makna 1 hari bertanyalah kepada pekerja harian, jika ingin mengetahui makna 1 jam, bertanyalah kepada pasukan pemadam kebakaran dalam misi pemadaman. Jika ingin tahu makna 1 menit, bertanyalah kepada orang yang terlambat tiket pesawat. Jika ingin tahu makna 1 detik bertanyalah kepada pelari yang kalah saat masuk garis finish. Jadi apa makna waktu bagi Anda? (HA)
Questions:
1. Bagaimana Anda mengisi waktu-waktu Anda saat ini?
2. Apa yang dimaksud dengan “hari-hari ini adalah jahat”?
Values:
Bagaimana cara menggunakan waktu kita akan menjadi penentu bagaimana kita memenangkan situasi kehidupan kita.
*Memenangkan waktu kita berarti memenangkan pertempuran rohani dalam hidup kita.*

 

๐Ÿ‡ฐ ๐Ÿ‡ฎ ๐Ÿ‡ณ ๐Ÿ‡ฌ '๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ผ ๐Ÿ‡ด ๐Ÿ‡ท ๐Ÿ‡ฉ
Tanggal: 29 April 2021
Hari: Kamis

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Kor 6
1 Raj 3-5


*KEBAHAGIAAN ADALAH KEPUTUSAN*

“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. Yakobus 1:2-4
Kebahagiaan sebenarnya adalah bersumber pada rasa aman, rasa puas dan damai di hati, bukan karena situasi. Situasi yang baik dan ideal bisa menambahkan kebahagiaan. Punya banyak uang bisa menambah kebahagiaan, tetapi sesungguhnya kebahagiaan adalah hasil keputusan yang ada di hati seseorang.
Suatu ketika istri John Maxwell, pembicara dan motivator top, Margaret, sedang menjadi pembicara di seminar tentang kebahagiaan. Maxwell duduk di bangku paling depan. Di akhir sesi, semua pengunjung bertepuk tangan. Seorang ibu mengacungkan tangannya untuk bertanya. “Mrs. Margaret, apakah suami Anda membuat Anda bahagia?” Seluruh ruangan langsung terdiam. Satu pertanyaan yang bagus. Margaret tampak berpikir beberapa saat dan kemudian menjawab : “Tidak!” Seluruh ruangan terkejut. “Tidak!” katanya sekali lagi. “John Maxwell tidak bisa membuatku bahagia”. Lalu Margaret melanjutkan, “John adalah seorang suami yang sangat baik. Dia tidak pernah judi, mabuk dan main serong. Dia setia, selalu memenuhi kebutuhan saya, baik jasmani maupun rohani. Tapi, tetap dia tidak bisa membuatku bahagia...” Tiba tiba ada suara bertanya, “Mengapa?” Jawabnya, “karena tidak ada seorang pun di dunia ini yg bertanggung jawab atas kebahagiaanku selain diriku sendiri” Pada kenyataannya seperti jawaban Margaret, tidak ada orang lain yang bisa membuat kita bahagia. Baik itu pasangan hidup, sahabat, uang, hobi, atau apapun. Semua itu tidak bisa membuat bahagia. Karena yang bisa membuat kita bahagia adalah diri sendiri. Kita bertanggung jawab atas diri sendiri. Hari-hari ini banyak suami yang baik ditinggal istri karena istri berpatokan bahwa standar bahagia adalah pemenuhan materi. Banyak pasangan berharap pasangannya akan menjadi sumber kebahagiaan, sementara waktu mungkin pasangan bisa membuat bahagia. Namun karena sumber kebahagian sesungguhnya bukanlah pemenuhan keinginan-keinginan, maka pada akhirnya mereka akan kecewa. Bahkan keluarga yang sangat kaya sekalipun bisa kecewa dan sengsara di tengah kemewahan, bagai semut mati di tengah gula.
Ayat bacaan hari ini mengajarkan di dalam pencobaan, ujian, masalah dan keterbatasan apapun yang anda alami putuskan untuk anda bahagia. Artinya ketika ujian seperti halnya COVID saat ini, yang membatasi aktivitas kita, tetap putuskan untuk bahagia, - anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apapun dampaknya. Jika anda dapat memutuskan untuk bahagia, apapun keadaan Anda, maka Anda akan bisa menerima keadaan terbatas Anda. Lalu kemudian yang terjadi adalah Anda bisa mengembangkan manusia rohani Anda, sehingga muncul ketekunan, kearifan, dan karakter yang baik. Pada akhirnya akan ada buah yang baik yang dihasilkan dari kedewasaan rohani Anda. Semua ini bermula dari keputusan Anda untuk menjadi bahagia apapun situasi Anda. Anda setuju? (DD)
Questions:
1. Apa arti kebahagian menurut anda ?
2. Bisakah orang memutuskan untuk bahagia di dalam situasi yang tidak ideal ?
Values:
Sumber kebahagian sejati warga Kerajaan bukan materi tetapi menyadari bahwa ia dikasihi Sang Raja.
*Memutuskan bahagia apapun keadaannya bukan munafik, tetapi merubah standar arti bahagia, sehingga makin arif dan bijak.*

28 April 2021

 

๐Ÿ‡ฐ ๐Ÿ‡ฎ ๐Ÿ‡ณ ๐Ÿ‡ฌ '๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ผ ๐Ÿ‡ด ๐Ÿ‡ท ๐Ÿ‡ฉ
Tanggal: 28 April 2021
Hari: Rabu

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Kor 5
1 Raj 1-2


*IMAN ANDA KECIL?*

“Ketika Yesus mendengar hal ini, Dia kagum dan berkata kepada orang-orang yang mengikuti-Nya, “Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, Aku belum menemukan iman sebesar ini di antara orang Israel..... Dan, Dia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang beriman?” Lalu, Dia berdiri dan menghardik angin serta danau itu, lalu menjadi tenang sekali.”Matius 8:10, 26 (AYT)
Kadangkala kita tidak mengerti bagaimana iman itu bertumbuh dan bekerja. Seorang perwira Romawi yang notabene adalah seorang yang bukan orang Yahudi yang mungkin juga tidak memiliki referensi yang banyak tentang Tuhan Yesus namun Ia memiliki iman yang besar. Sementara murid-murid Tuhan yang selalu bersama dengan Yesus pada suatu saat dalam perjalanan di tengah danau dan waktu kapal diserang badai ternyata murid-murid-Nya ketakutan. Dan Tuhan menegur "Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang beriman?” Lalu, Dia berdiri dan menghardik angin serta danau itu, lalu menjadi tenang sekali" (AYT - Matius 8:26)
Ada orang yang imannya bertumbuh dengan cepat namun ada juga yang membutuhkan waktu yang panjang. Namun anehnya seorang perwira seperti orang Romawi tersebut tidak pernah ditawari Tuhan Yesus untuk menjadi murid-Nya terlepas dari apakah dia bukan orang Yahudi. Namun kalau kita pikir, adalah pantas apabila Tuhan Yesus menawari dia sebagai murid-Nya sebab Dia telah menunjukkan imannya yang besar. Tuhan Yesus tetap pada pilihan-Nya yaitu bersama dengan murid-murid-Nya yang telah Ia pilih meskipun mereka bukanlah orang-orang yang "terbaik". Mereka punya banyak kelemahan dan mereka perlu dibimbing. Tetapi Tuhan Yesus dengan sabar dan penuh kasih mendampingi murid-murid-Nya dan membentuk mereka untuk kelak dipakai sebagai alat bagi kemuliaan-Nya.
Kalaupun kita seperti para murid Tuhan yang seringkali tidak punya nyali dan penuh ketakutan, yakinlah bahwa Tuhan tidak pernah membuang kita. Ia tidak pernah menganggap kita “tidak qualified.” Ia selalu mengasihi dan membimbing kita. Jadi jangan patah semangat kalau kita merasa iman kita kecil. Selama kita memiliki iman.. itu sudah cukup. Namun bertumbuhlah terus di dalam Dia. (DH)
Questions:
1. Mengapa Tuhan Yesus tetap bersama murid-murid-Nya yang ‘tidak qualified’ saat itu?
2. Apakah Tuhan tetap bersama Anda, membimbing Anda, meskipun kondisi Anda tidak qualified?
Values:
Tuhan tidak pernah menganggap kita “tidak qualified.” Ia selalu mengasihi dan membimbing kita.
*Iman kecil sanggup menaklukkan gunung yang tinggi.*

27 April 2021

 

๐Ÿ‡ฐ ๐Ÿ‡ฎ ๐Ÿ‡ณ ๐Ÿ‡ฌ '๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ธ ๐Ÿ‡ผ ๐Ÿ‡ด ๐Ÿ‡ท ๐Ÿ‡ฉ
Tanggal: 27 April 2021
Hari: Selasa

Bacaan Alkitab Setahun:
1 Kor 4
2 Sam 23-24


*BAIK SAJA TIDAK CUKUP*

“Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar.” 1 Yohanes 3:7
Pernahkah Anda membaca cerita Robin Hood yang melegenda, atau mungkin sudah pernah melihat filmnya? Seorang pahlawan yang diceritakan mencuri harta orang kaya untuk membantu orang miskin. Apa yang dilakukan Robin Hood itu dianggap baik, karena menolong orang miskin, tetapi apakah itu bisa dianggap benar? Baik belum tentu benar, tetapi yang pasti orang yang melakukan kebenaran itu pasti baik.
Banyak hal yang baik yang kita ketahui dalam kehidupan ini. Kita percaya Tuhan itu baik, begitu pula dengan rancangan-Nya. Ada juga orang baik yang kita ketahui bahkan kita kenal secara dekat karena berada di seputar kehidupan kita. Di dalam keyakinan yang lain, orang baik bahkan dianggap suci sehingga dihormati bahkan dibuatkan suatu hari khusus untuk menghormatinya. Kita juga tahu tentang maksud dan tujuan baik, perkataan baik, sikap yang baik, dan berbagai hal baik lainnya. Tetapi bila mau diperhatikan ternyata dalam hidup ini, memiliki atau melakukan sesuatu yang hanya baik tidaklah cukup. Untuk mendapat hasil
terbaik
kita, dituntut melakukan hal yang benar. Contohnya Robin Hood, memiliki maksud baik, tetapi cara melakukannya kurang baik. Dalam contoh tersebut, nyata bahwa ada yang salah, yaitu mencuri itu salah dan itu tidak benar. Kita tahu orang terbiasa bilang bahwa bohong sedikit demi kebaikan itu boleh. Kedengarannya baik, tetapi apakah itu benar? Benar adalah benar, bukan sekedar baik.
Standar untuk mengetahui sesuatu itu benar atau sekadar baik adalah Kristus dan firman-Nya. Tuhan Yesus menyebut diri-Nya adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. (Yohanes 14:6) Dia juga mengatakan bahwa perkataan Tuhan itu Kebenaran. Tuhan itu baik dan menurut-Nya yang baik itu jika kita melakukan hal yang benar menurut ketetapan-Nya yakni percaya Kristus dan melakukan firman-Nya. Baik menurut Tuhan dan kita itu beda. Jika hanya melakukan yang baik menurut pandangan kita, maka itu belum tentu baik menurut Tuhan.
Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, kita harus melakukan yang benar. Untuk itu kita perlu mengembangkan diri dan banyak belajar agar tahu cara bertindak yang benar. Baca dan pelajarilah Alkitab, sebab di dalamnya terdapat kebenaran. Ingatlah, Tuhan akan menghakimi semua perbuatan yang tidak benar, karena itu bertindaklah benar, karena baik saja tidak cukup. Anda setuju? (AU)
Questions:
1. Apakah perbedaan perbuatan baik dan perbuatan benar?
2. Mengapa kita harus melakukan hal yang benar? Apakah perbuatan baik saja tidak cukup?
Values:
Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, kita harus melakukan yang benar, yaitu melakukan kehendak-Nya yang tertulis di dalam Alkitab.
*Lakukan hal yang benar, itu pasti baik!*

26 April 2021

 

MEMBERI YANG TERBAIK

“…Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Matius 7:9-11

Dalam bagian ayat ini, Tuhan Yesus sedang berbicara mengenai hal pengabulan doa. Pengabulan doa selalu diawali dengan satu hal kunci, yakni 'meminta'. Dalam konteks ini Tuhan Yesus membuat sebuah komparasi antara pendengar pada waktu itu yang disebut dengan istilah “kamu yang jahat" dengan 'Bapamu yang di Sorga'. Apa yang sedang Tuhan Yesus komparasikan terkait dengan pemberian? Jika manusia yang jahat saja tahu memberi yang terbaik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa di Sorga.
Dari perkataan Tuhan Yesus ini, jika kita kesampingkan konteks meminta dan pengabulan doa, tanpa mengurangi makna dan nilai kebenaran dari ayat-ayat ini, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Dalam memberi, Bapa Sorgawi memiliki sebuah standar, yaitu YANG TERBAIK.
Tentu hal ini tidak dapat kita pungkiri, sebab Bapa telah membuktikannya dengan puncaknya adalah memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia sebagaimana dicatat dalam Yohanes 3:16.
Kesimpulan lainnya yang dapat kita ambil adalah, manusia yang jahat (poneros), berdosa juga ternyata memiliki standar yang sama dalam memberi yaitu YANG TERBAIK kepada anak-anaknya.
Betapa dahsyatnya apa yang sedang Tuhan Yesus sampaikan kepada kita mengenai pengajaran ini. Membandingkan dua kutub yang sangat jauh berbeda, Allah Bapa dan manusia berdosa yang memiliki sebuah kesamaan, yakni standar 'memberi yang terbaik', sekalipun tentu secara kualitas tidak dapat disamakan. Tuhan Yesus berkata:

“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, APALAGI Bapamu yang di Sorga.”

Jika kita coba telaah lebih jauh, maksudnya dengan kesamaan di sini adalah ketika pemberian itu terkait dengan hubungan (relationship), "...memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu", maka ukuran yang digunakan dalam memberi bukanlah ukuran yang biasa, melainkan yang terbaik.
Lima belas tahun yang lalu, kami mempersiapkan kelahiran anak yang dinantikan. Kami persiapkan semua yang terbaik. Ranjang bayi dengan kasur yang terbaik, pakaian-pakaian yang terbaik, boneka, mainan dan lain-lain; bahkan sebelum anak kami bisa menyatakan secara pribadi apa yang diinginkan, serta apa yang menjadi kesenangannya. Berapa banyak ayah dan ibu yang rela berkorban hanya agar dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Ternyata memberi yang terbaik berdasarkan hubungan bukan hanya terjadi antara orangtua terhadap anaknya saja, melainkan juga diantara pasangan kekasih. Mereka berupaya tampil yang terbaik di depan pasangan, serta selalu mengupayakan yang terbaik untuk kebahagiaan pasangannya. Hubungan yang kita miliki berpengaruh terhadap standar kita dalam memberi.
Semakin berkualitas sebuah hubungan, semakin tinggi standar memberi yang ada dalam hubungan tersebut.
Bertolak dari pemahaman ini, standar kita dalam memberi bagi pekerjaan Tuhan melalui Gereja salah satunya juga ditentukan oleh kualitas hubungan kita dengan TUHAN. Kita bisa melihat hal ini dari catatan Alkitab. Di Perjanjian Lama kita akan jumpai hal itu dalam kisah hidup para patriakh, yakni era sebelum adanya hukum Taurat. Di situ kita akan menjumpai bahwa hanya mereka yang memiliki hubungan yang dekat, kualitas hubungan yang sangat intim dengan TUHAN; yang tahu bagaimana memberi yang terbaik dengan inisiatif yang berasal dari dalam dirinya. Nuh, Abraham, Ayub, menjadi salah satu contoh teladan bahwa memberi bukan karena ada hukum yang mencatat atau mengatur tentang hal itu, tetapi memberi karena mereka memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Mereka yang memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN umumnya memiliki standar yang tinggi dalam memberi, yakni senantiasa berupaya memberi yang terbaik.
    Dalam Perjanjian Baru kita bisa meneladani apa yang Maria lakukan. (Yohanes 12:1-8)
    Maria mempersembahkan minyak narwastu murni yang harganya diperkirakan hampir setara dengan upah buruh selama setahun. Bukan hanya soal harga minyaknya yang menjadikan persembahan Maria berkualitas, tapi juga apa yang ia lakukan selanjutnya, menyeka kaki Yesus dengan rambutnya.
    Bagi seorang perempuan rambut adalah mahkotanya yang berharga. Semua yang Maria lakukan adalah contoh standar yang tinggi dalam memberi, yang dilakukan karena memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN.
    Ketika Maria melakukan hal tersebut, tidak semua orang mendukung apa yang dilakukannya. Kritik datang dari seorang yang cinta uang dan suka mencuri uang kas yang biasa disimpan dan digunakan untuk mendukung pelayanan dan perjalanan Tuhan Yesus beserta dengan murid-murid yang lain.
    Dengan sangat politisnya, si pencuri uang kas membandingkan antara mempersembahkan sesuatu yang berharga kepada Yesus dengan pelayanan kepada orang-orang miskin. Sebuah alasan yang jika dipandang dari sudut pandang humanisme dan sosial sebagai argumen yang kelihatannya benar, lebih bermakna dan lebih berdampak, namun Tuhan Yesus melihat jauh sampai kedalaman hati seseorang.

  2. Mereka yang tidak memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN hanya dapat memahami pemberian sebagai sebuah hukum yang tertulis.
    Sehingga ukuran dan keputusan dalam memberi senantiasa ditimbang berdasarkan hukum yang tertulis semata, sambil meninjau konteks, konteks dan konteksnya. Ketika yang lainnya sudah dengan tekun dan setia mengembalikan persepuluhan, dirinya masih sibuk menggali:

    • Apakah persepuluhan ini benar Alkitabiah?
    • Apakah persepuluhan tetap berlaku di masa Gereja sekarang ini?
    • Ataukah hanya di Perjanjian Lama?
    • Apakah Persepuluhan bisa diterapkan dalam jemaat masa kini atau hanya bagi orang Yahudi saja?

    Dan masih banyak lagi pembahasan-pembahasan yang demikian. Sebenarnya ujung pangkal dari semuanya itu adalah mencari sebuah pijakan untuk menguatkan agar tidak mengembalikan persepuluhan.
    Betapa indah dan luar biasanya jemaat yang mengembalikan persepuluhan atau memberi dengan standar yang terbaik karena dorongan kasih kepada TUHAN, karena memiliki hubungan yang berkualitas dengan TUHAN dan bukan sekedar dorongan dari hukum yang tertulis.

  3. Kaum "cinta akan uang" dan "pencuri kas" milik TUHAN dengan alasan-alasan yang penuh dengan retorika akan selalu mengkritik mereka yang memberi dengan standar yang tinggi bagi pekerjaan TUHAN melalui Gereja.
    Tidak jarang dengan piciknya mereka menyamaratakan semua pendeta/hamba Tuhan yang mengajarkan tentang memberi persembahan sebagai golongan pendeta yang mencari keuntungan pribadi dari jemaat. Sekedar memandang apa yang kasat mata tanpa berupaya membuka komunikasi dan mencari tahu berdasarkan fakta, mereka ‘membabi buta’ menghina, mencerca dengan motif seakan membela warga Gereja, namun yang sebenarnya hanyalah mencari muka (popularitas).

Kekristenan adalah hubungan. Hubungan kita dengan Kristus dan hubungan kita dengan sesama. Itulah yang digambarkan dengan hukum yang pertama dan terutama:

Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Matius 22:37-40

Tuhan Yesus mengatakan bahwa dalam hukum kasih inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Hukum kasih haruslah menjiwai, mewarnai semua hukum yang tertulis. Kasih kepada TUHAN dan kasih kepada sesama melampaui konteks, konteks dan konteks. Ketika kasih kepada TUHAN dan kasih kepada sesama memenuhi hidup kita karena Kasih Yesus yang terlebih dahulu telah menjamah kita, maka kita hanya akan memiliki satu standar dalam memberi, YANG TERBAIK! Maranatha. (DL)


*King’s Sword* Tanggal: 17 November 2021 Hari: Rabu Bacaan Alkitab Setahun: Yoh 11:33-57 Yeh 5-7 Via Audio: https://youtu.be/5a-s8Mzbs80 h...